Chapter 298: Perjuangan Hannah untuk Randika
Chapter 298: Perjuangan Hannah untuk Randika
Sambil menahan rasa dingin yang menyakitkan itu, Hannah menuangkan air tersebut ke mulut Randika.
Tetapi Randika yang sekarang telah kehilangan kesadarannya, meskipun arwahnya itu bisa melihat dirinya disuapi oleh Hannah, dia sama sekali tidak bisa membuka bibirnya.
Hannah yang menuangkan air itu melihat Randika sama sekali tidak membuka bibirnya, air yang susah-susah dia bawa itu terbuang sia-sia.
Hannah tidak menyangka bahwa kakak iparnya ini akan selemas itu sampai-sampai tidak bisa menggerakan bibirnya. Dia lalu memindahkan tubuh Randika sedikit agar tidak mengenai genangan air yang ada di tanah.
Melihat kakak iparnya yang sama sekali tidak bergerak itu, Hannah kembali meneteskan air matanya.
Tidak, aku tidak bisa terus-menerus seperti ini!
Setelah menarik napas dalam-dalam, Hannah berusaha menenangkan dirinya kembali. Kemudian dia berdiri dan berjalan menuju kolam itu lagi.
"Dasar kak Randika, bisa apa kakak kalau tidak ada aku."
Hannah lalu mengambil air dengan kedua tangannya itu dan meminumnya. Lalu dia berjalan menghampiri Randika dan memberinya air melalui mulutnya itu.
Pada saat ini, Randika yang sedang berpisah dengan tubuhnya itu sedang bertarung dengan para hantu sebelumnya. Tiap hantu tersebut memiliki wajah yang tidak asing baginya. Ada Shadow yang telah mati oleh tangannya, ada musuh-musuhnya ketika dia keliling dunia dan bahkan ada beruang yang telah dia bunuh untuk makanan daruratnya.
Semua hantu itu berusaha melahap sosok arwah Randika itu. Namun, tiba-tiba Randika merasa arwahnya itu tersedot ke tubuhnya dan bisa merasakan kehangatan dari tubuhnya. Di tengah kehangatan itu, ada sebuah aliran air dingin yang melewati tenggorokannya. Namun dia masih belum bisa membuka matanya sama sekali, sepertinya dia belum sepenuhnya sadar.
Sama seperti Hannah, Randika tidak minum air sama sekali ketika berada di puncak gunung. Air dingin yang masuk ke dalam tubuhnya ini membuat alam sadarnya ikut terbangun.
Tetapi, sensasi lembut apa ini yang ada di bibirnya? Apakah ini adalah bibirnya Hannah?
Secara insting, bibir Randika yang kering itu ingin merasakan air dingin itu kembali dan kelembutan bibir Hannah. Tetapi karena masih belum sepenuhnya sadar, Randika tidak bisa bergerak sama sekali. Lalu tiba-tiba bibir lembut itu berpisah dengannya.
Hannah menyadari bibir Randika bergerak sedikit setelah memberinya air. Sepertinya memberinya air adalah keputusan yang tepat, hati Hannah menjadi senang. Namun setelah menunggu sekitar 10 menit, Randika masih tidak bergerak sama sekali. Hati Hannah kembali sedih melihatnya.
Berdiri sekali lagi, Hannah kembali memberikan air pada Randika melalui mulutnya. Kali ini, Randika memberikan reaksi yang lebih dari sebelumnya. Ketika bibir Hannah hendak pergi, bibir Randika itu menggigit bibir Hannah secara pelan. Bibir itu seakan-akan tidak ingin berpisah dan meminta ciuman yang lebih panas daripada itu!
Randika mulai menggerakan jarinya yang buruk rupa itu, sepertinya insting lakinya mengatakan bahwa ciuman itu kurang lengkap kalau tidak meraba dada yang empuk.
Melihat jari yang bergerak itu, Hannah terkejut bukan main. Dia lalu berkata pada Randika. "Kak, apa kamu sudah bangun?"
Pada saat ini, Hannah menampar-nampar wajah Randika tanpa henti untuk memastikan kakaknya itu tidak pura-pura tertidur. Jika kakak iparnya ini bangun, dia pasti bisa membawanya pergi dari tempat ini.
Tetapi setelah 10 menit tidak ada tanda-tanda kakaknya itu terbangun, sepertinya dia malah kembali tertidur lagi. Hannah yang awalnya senang itu kembali menjadi sedih.
"Kak, kamu tidak usah khawatir. Selama ini kakak selalu menjagaku, sekarang giliranku untuk menjagamu." Kata Hannah sambil mengelus kepala Randika dengan lembut. Entah kenapa, membelai kepala Randika membuatnya merasa tenang dan aman.
Hannah kembali mendatangi kolam air tersebut dan merobek lengan bajunya. Karena udara di gua ini dingin, dia hanya bisa merobek lengan bajunya agar dirinya itu tidak kedinginan.
Setelah kain baju itu basah, Hannah lalu meremasnya dan berjalan menghampiri Randika. Hannah kemudian mengelap bagian tubuh Randika yang bersimbah darah itu.
Tanah yang menempel di wajah, kerikil-kerikil yang menancap di kuku, debu-debu yang ada di pipi dan darah kering yang ada di perut sampingnya itu dibasuh oleh Hannah dengan lembut.
"Kak, aku harap kondisi kak Randika semakin membaik setelah aku bersihkan luka-lukamu ini." Kata Hannah pada Randika yang masih tidak sadarkan diri itu. Wajah Hannah tersenyum hangat pada kakak iparnya yang selama ini membantunya itu.
Randika dapat mendengar kata-kata tulus Hannah ini tetapi tubuhnya masih belum bisa bergerak.
Hannah kemudian melanjutkan membasuh luka randika. "Kak, apa kakak ingat ketika kita pertama kali bertemu?"
Hannah kemudian mengingat kembali pertemuan pertama mereka, wajah Hannah tersenyum hangat. Kedatangan Randika di hidupnya itu sudah memberinya banyak kenangan berharga, apalagi ketika dia mengancam akan tidur dengan kakaknya, wajah Randika yang kalah itu benar-benar berharga.
Memikirkan kenangan berharga ini, Hannah hanya bisa tersenyum lebar. Melihat wajah kakak iparnya sekarang, Hannah tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa sosok Randika lagi.
Setelah membasuh luka Randika, Hannah kembali berjalan menuju kolam air itu lagi.
Meskipun perutnya sudah bunyi dari tadi, Hannah tidak tahu harus memakan apa. Di gua ini sumber makanannya hanyalah ikan sebesar ibu jari ini.
Melihat ke dalam kolam, ikan-ikan itu berenang-renang dengan santai. Terkadang mereka akan melompat dan tercebur kembali ke dalam kolam.
Kolam dingin ini berdiameter 10 meter, cukup besar untuk sebuah kolam. Hannah mencoba mencari tahu seberapa dalam kolam itu tetapi dia tidak bisa melihat apa-apa.
Hannah memutuskan untuk menangkap ikan-ikan itu, tetapi dia tidak bisa masuk ke dalam kolam jadi dia harus menunggu ikan-ikan itu datang ke tepi kolam dan menunggu kesempatan untuk menangkapnya.
Terlebih, dia hanya bisa mengandalkan tangannya saja karena dia tidak punya alat untuk memancingnya.
Hannah menunggu dengan sabar. Karena kolam ini besar, seharusnya ikan-ikan itu ada banyak jadi tinggal menunggu waktu saja untuk ikan-ikan itu berenang ke arahnya.
Tidak lama kemudian, seekor ikan berenang menuju ke tepian. Hannah langsung menjadi senang, kedua tangannya masuk secara perlahan ke dalam air. Namun sesaatnya tangannya itu masuk ke dalam air, ikan itu menjadi takut karena air di sekelilingnya tiba-tiba tersedot. Ikan itu langsung lari menuju tengah kolam.
Melihat kejadian ini, Hannah menyadari bahwa dia harus cepat untuk menangkap ikan ini. Dengan berbekal pengalaman sebelumnya, Hannah sekarang mencelupkan tangannya ke dalam air. Tugasnya sekarang adalah menunggu ikan-ikan itu datang ke dalam jangkauannya.
Seiring berjalannya waktu, rasa dingin mulai menyelimuti tangan Hannah. Rasa dingin itu bagaikan menusuk tulang-tulang yang ada.
Pada saat yang sama, beberapa ikan berenang ke tepian. Hannah berkonsentrasi penuh dan dalam sekejap dia menutup kedua telapak tangannya.
Tetapi kecepatan berenang ikan itu benar-benar cepat, setelah Hannah mengeluarkan tangannya dari air, dia menyadari bahwa tidak ada ikan satupun yang berhasil dia tangkap.
Sialan!
Usahanya yang ketiga juga gagal.
Keempat? Gagal lagi.
Hannah sudah tidak tahu berapa kali dia berusaha menangkap ikan-ikan kecil ini. Terlebih, dia semakin frustasi dan tubuhnya semakin kedinginan. Rasa frustasi bercampur lapar membuat dirinya kehilangan kesabaran, air mata mulai menetes kembali.
"Demi kak Randika, aku tidak boleh menyerah!" Hannah dengan paksa menghentikan air matanya.
Benar, kakak iparnya itu selalu membantunya selama ini dan dia belum pernah membalas kebaikannya. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk membalas budi.
Bagaimanapun juga, dia tidak boleh menyerah. Jika dia menyerah, kakak iparnya itu akan mati.
Hannah membuang emosi-emosi yang tidak perlu dan kembali fokus menangkap ikan.
Tangan Hannah yang berada di dalam air itu mulai sakit, bahkan dia hampir tidak bisa merasakan tangannya itu.
Namun, tiba-tiba ada sekumpulan ikan yang berenang ke tangannya. Hannah menatap tajam ikan-ikan ini, dia benar-benar gugup. Tangannya perlahan naik ke atas dan ketika ikan-ikan itu tidak mencurigai apa pun, tangannya tiba-tiba menutup dan menyambar ikan-ikan itu!
Kena kau!
Ketika tangannya keluar dari dalam air, Hannah dapat melihat ada seekor ikan dari celah-celah tangannya itu.
"Hore aku dapat!"
Hannah benar-benar senang, akhirnya dia berhasil menangkapnya. Dengan cepat, dia berlari ke arah Randika.
Meskipun dia kelaparan, kakak iparnya ini pasti lebih membutuhkannya daripada dirinya. Lagipula, kakak iparnya ini adalah pria yang dicintainya, mana mungkin Hannah membiarkannya menderita? Ikan ini harus dimakan oleh Randika terlebih dahulu.
"Kak, aku berhasil memancing ikan buatmu."
Ketika dia tiba di tubuh Randika, Hannah membuka tangannya dan memegang ikan sebesar ibu jari itu dengan tangannya. Ikan itu berusaha kabur tetapi usahanya percuma.
Sekarang masalahnya adalah bagaimana memakannya pada Randika.
Melihat ikan kecil di tangannya itu, Hannah membulatkan tekadnya. Dengan mata yang tertutup, Hannah memasukan ikan itu dan mengunyahnya.
Satu-satunya cara adalah mengunyahnya terlebih dahulu lalu memberikannya pada Randika, kalau tidak Randika tidak akan bisa memakannya.
Hannah tidak pernah memakan makanan mentah sebelumnya, dia tidak pernah makan makanan Jepang dan tidak terlalu suka dengan yang mentah-mentah. Bisa dikatakan bahwa dia berusaha keras demi Randika.
Ketika ikan itu tergigit, bau amis mulai memenuhi mulut dan hidungnya. Bau tersebut hampir membuat Hannah memuntahkan ikan tersebut.
Namun, dia berhasil menahannya. Untuk menyelamatkan Randika, dia harus mengunyah ikan ini hidup-hidup.
Dengan mata tertutup, Hannah mengunyahnya perlahan. Rasa ingin muntah itu selalu ada di setiap gigitannya, tetapi dia berhasil menahannya hingga akhir.