Legenda Dewa Harem

Chapter 376: Bukan Sulap Bukan Sihir!



Chapter 376: Bukan Sulap Bukan Sihir!

Dalam sekejap, para staf departemen parfum ini bekerja dengan giat. Suasana santai dan muka bercanda mereka sudah lenyap tanpa jejak.

Ketika Randika menatap pintu masuk, dia benar-benar terkejut. Sialan, posisinya sebagai atasan benar-benar diremehkan.

Namun, Adrian membeku di tempat karena saking takutnya. Dia menatap Kelvin yang ada di depan pintu lalu menatap semua orang. Dia menyadari bahwa teman-temannya itu sudah masuk mode kerja mereka, keseriusan mereka membuat Adrian menangis di dalam hati.

Sialan, kalian akan meninggalkanku begitu saja? Bajingan, wajah kalian bisa cepat berubah seperti itu! Bukankah tadi kalian main solitaire?

Adrian hanya bisa pasrah dan berdiri di tempatnya.

Teman-temannya yang berwajah serius itu hanya bisa mengucapkan kata belasungkawa di dalam hati mereka masing-masing.

Kelvin berjalan masuk dan menatap semua orang. "Kalian semua tetap bekerja, Adrian, kau ikut aku."

Mendengar hal ini, wajah Adrian berubah menjadi pucat. Teman-temannya semuanya berusaha menahan tawa ketika mendengar kata-kata Kelvin ini, bahkan ada yang mencubit pahanya hingga merah.

"Kapok!" Kata temannya dengan suara kecil.

Randika sendiri hanya tertawa ketika melihat hal ini, memang karyawannya ini benar-benar bodoh.

Namun, dia merasa tidak masalah karena suasana seperti ini lebih bagus daripada tegang ataupun diam seperti zombie.

Tidak lama setelah itu, semuanya bekerja dengan giat.

Randika akhirnya menyelesaikan bagiannya, dia sekarang tinggal mendelegasikan sisa-sisanya.

Ketika dia melihat jam, rupanya waktu sudah berlalu satu jam.

Setelah berjalan-jalan sebentar di ruangan, Randika benar-benar tidak ada kerjaan. Pada saat ini, dia merasa haus. Jadi dia memutuskan untuk turun dan membeli minuman di mini market.

Ketika di luar gedung, dia akhirnya memutuskan untuk membeli juice. Ketika dia mau memesan juice jeruk + lychee, dia melihat sosok Deviana duduk di kursi. Namun, Deviana sedang tidak memakai seragam kerjanya, dia memakai pakaian biasa. Sepertinya dia sedang libur hari ini.

Hari ini dia datang bersama dengan temannya, mereka berdua terlihat mengobrol dengan asyik.

"Selamat siang Dev." Randika menghampiri dan tersenyum. Deviana dan kedua temannya menoleh dan melihat sosok Randika.

Randika, tidak menunggu mereka menjawab, langsung duduk di kursi yang kosong.

"Siapa yang suruh kamu duduk di sini?" Kata Deviana.

"Oh? Kamu tidak mau hubungan kita dilihat temanmu?" Jawab Randika.

Mendengar ini, temannya itu langsung membuka mulutnya lebar-lebar. Dia menatap Randika dan Deviana dengan wajah terkejut.

Deviana hanya menatap tajam ke arah Randika. Hingga sekarang, dia sendiri masih bingung dengan hubungan mereka berdua.

"Jangan omong aneh-aneh, aku bisa menahanmu di sini." Kata Deviana sambil mendengus dingin.

Randika menatap polisi satu ini. Hari ini Deviana mengikat rambutnya dengan kunciran kuda, bajunya terlihat biasa dan celananya juga biasa. Namun, dia membawa sensasi segar dan kuat. Karena dia merupakan polisi, sepertinya dia membawa kesan sebagai perempuan atletis jika tidak memakai seragamnya.

Melihat Randika dan Deviana mengobrol dengan diam-diam, temannya ini tidak dapat menahan diri untuk berkata. "Dev, dia pacarmu? Apakah kamu tidak mau mengenalkannya padaku?"

Pacar?

Deviana membeku, temannya yang bernama Vivi ini langsung menjadi bersemangat. "Pantas saja kamu selalu mencibir dan bertingkah dingin sama laki-laki lain. Ternyata kamu sedang menjaga hatimu untuk seseorang toh! Wah ini benar-benar berita mengejutkan! Kenapa kamu menyembunyikan fakta ini? Sudah cepat kenalkan aku dulu."

Randika benar-benar senang, Vivi memang orang yang hebat.

Deviana terlihat kelabakan. "Dia Dia itu Maksudku, dia itu"

Sebelum dia dapat berkata dengan benar, Vivi menyela sekali lagi.

"Dev, kamu masih berusaha untuk menyembunyikannya? Sudah tidak apa-apa, sekarang cepat kenalkan aku dengan pacar pertamamu ini! Aku tidak mau mencurinya kok, aku hanya penasaran dengan laki yang bisa mencuri perempuan terdingin dan tercantik yang pernah aku kenal!"

Deviana langsung terpicu. "Vivi, sudah hentikan omonganmu itu. Dia bukan pacarku."

Vivi hanya mengedipkan matanya berulang kali. "Dev, apa kamu masih berpura-pura lagi? Aku benar-benar tidak percaya, aku jelas melihat percikan cinta di antara kalian!"

Deviana hanya bisa kehabisan kata-kata. "."

Randika lalu menatap Vivi sambil tersenyum. "Sayangnya, aku dan dia masih berteman."

Mendengar ini, Vivi menjadi lesu. Tetapi, harapannya kembali naik ketika dia mendengar Randika mengatakan. "Tetapi dia adalah calon pacarku."

Kedua bola mata Deviana hampir copot dari kantongnya, Randika hanya menatapnya sambil tersenyum. "Ada apa? Apakah kamu ingin menjadi pacarku sekarang?"

"HAH?! Siapa memangnya yang mau jadi pacarmu?" Deviana benar-benar kehabisan kata-kata. Vivi dengan semangat berkata lagi. "Hahaha aku hanya minta tolong agar kamu bisa menjaga teman baikku ini di masa depan."

Di hadapan tingkah laku Randika yang bar-bar, Deviana hanya bisa pasrah. Tetapi Randika adalah orang dengan pikiran terbuka, dia dengan santai mengambil minuman yang diminum oleh Deviana dan meminumnya.

"Kenapa tidak ada esnya?" Randika terkejut.

"Memang tidak ada es." Vivi segera menjelaskan. "Orangnya kehabisan es jadi orang-orang hanya bisa menunggu hingga esnya tiba. Karena kita tadi haus, jadi juice kita diblender tanpa menggunakan es."

Randika lalu berpikir sejenak, dia kemudian bertanya. "Apakah kalian ingin minum yang dingin?"

Deviana sama sekali tidak menggubrisnya, tetapi pada akhirnya dia menjawab. "Memangnya kamu mau beli di mana?"

Beli?

Randika hanya tersenyum. "Buat apa beli? Aku bisa memberikanmu satu."

Deviana dan VIvi terkejut, bagaimana caranya dia punya es batu?

Randika berdiri dan berjalan menuju si penjual juice. Setelah beberapa saat, dia kembali membawa juice jeruk+lychee tanpa es.

"Sudah jangan berlagak sok keren di depan temanku." Kata Deviana.

"Apa yang akan kamu lakukan jika aku bisa membuatnya dingin?" Tanya Randika.

Ketika Deviana hendak menjawab, dia terlihat ragu-ragu. Pengalamannya bertaruh dengan Randika membawa kenangan buruk untuknya.

"Aku akan bertepuk tangan." Jawab Deviana dengan cuek, dia tidak akan tertipu kali ini.

Vivi di sisi lain langsung menjawab. "Jika kamu berhasil membuatnya dingin, temanku ini akan menciummu."

"Hei! Aku tidak pernah berkata seperti itu!" Deviana langsung menyela.

"Sudah tenang saja, mana mungkin dia bisa melakukannya." Jawab Vivi.

Randika jelas membeku di tempat, kesempatan seperti ini tidak datang dua kali!

Namun, Deviana menatap tajam pada Randika dan Vivi. "Pokoknya aku tidak mau!"

"Atau kamu takut berciuman di depan wajahku ya?" Vivi tertawa. "Bagaimana calon pacar? Apakah kalian sudah melakukannya?"

Randika hanya terbeku, ketika dia melihat Deviana, perempuan satu itu sudah tersipu malu. Wajahnya benar-benar merah dan menunjukan ekspresi malu.

"Lihat apa kamu?!" Deviana membentak ke arah Randika. Lalu Randika hanya menjawabnya sambil bercanda. "Aku hanya sedang melihat perempuan tercantik di dunia ini, mataku benar-benar terpesona."

Randika lalu mengambil gelasnya tersebut dan mengocoknya. "Perhatikan, tidak ada es batu di dalam gelas."

Kemudian di bawah tatapan Deviana dan Vivi, gelas itu ditaruh di belakang punggung Randika.

Tatapan mata Deviana benar-benar tajam, dia sendiri penasaran bagaimana Randika akan melakukannya.

Setelah gelas itu ditaruh di belakang, baru berselang 10 detik, terlihat asap putih muncul dari belakang. Ketika Randika meletakkan gelasnya itu di atas meja, kedua perempuan ini benar-benar terkejut ketika melihat gelas itu membeku!

Gelas itu bagaikan baru saja keluar dari freezer, benar-benar berasap dan dingin. Seakan-akan, dia sudah masuk ke dalam freezer berjam-jam!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.