Chapter 296: Gua Misterius (1)
Chapter 296: Gua Misterius (1)
Pada saat Randika bersumpah akan membalas dendamnya di hatinya, tiba-tiba suara retakan di dahan itu makin keras.
Sepertinya dahan yang sudah retak itu sudah tidak kuat menahan bobot dua manusia ini dan sudah mulai menunjukan tanda-tanda patah. Perlahan demi perlahan, Randika dan Hannah kembali merosot dan mendadak dahan itu patah dan keduanya kembali jatuh!
Ketika dirinya merosot, Hannah sudah menutup matanya dengan erat dan memeluk leher Randika.
"AH!!!"
Randika tidak tahu harus berbuat apa, jika mereka jatuh dengan kecepatan seperti tadi maka tamatlah riwayat mereka.
Setelah menoleh ke bawah, hati Randika justru makin mengepal. Bebatuan yang tajam itu mencuat dan tidak sabar menanti kedatangan mereka.
Tidak ada pilihan lain, Randika menyalurkan seluruh tenaga dalam di tubuhnya ke tangannya. Dan seperti sebuah cakar, Randika menancapkan tangannya di tebing.
SRAAAKKKKK!
Kesepuluh jari Randika itu berusaha menahan bobot keduanya sambil terus meluncur ke bawah.
Bahkan kuku di jari Randika sudah mulai retak dan patah.
Untungnya saja, tindakan cerdas Randika ini sangat efektif. Kecepatan turun mereka sudah jauh berkurang dan akhirnya mereka bergelantungan di tebing.
Randika menghela napas lega, setidaknya sekarang dirinya bergantung pada tenaga dalamnya sendiri. Hannah masih menutup matanya dan tidak berani membukanya.
Randika melihat ke bawah dan menemukan tidak ada tempat yang cocok untuk mendarat dengan selamat. Namun, tiba-tiba dia menemukan sebuah batu yang cukup besar yang cocok dijadikan sebagai pijakan kaki.
Dengan hati yang bergembira, Randika mencopot satu genggamannya dan mulai memanjat turun ke arah batu tersebut.
Randika sudah seperti spiderman, meskipun dia lebih lambat tetapi kecepatan turunnya stabil. Kalau tidak begitu, dia bisa terjatuh dan sudah tidak ada cara lagi untuk menyelamatkan dirinya.
Namun, tiba-tiba tenaga dalamnya itu mulai kehabisan tenaganya. Pada saat ini Randika merasa seluruh tubuhnya menjadi dingin, darah di perutnya yang terkoyak itu masih mengucur. Dia sendiri merasakan kedua tangannya itu mulai lemas.
Ini gawat!
Jika bukan karena kekuatan misterius yang membantunya, mungkin dia sudah jatuh ke bawah sekarang.
"Kak, kenapa kamu berhenti?" Hannah menelan air ludahnya, dia merasakan firasat buruk lagi.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin istirahat sebentar." Kata Randika dengan nada menenangkan. Tetapi wajahnya yang semakin pucat itu tidak bisa disembunyikan.
Sembari turun perlahan menuju batu besar itu, Randika harus menahan rasa sakitnya dengan menggigit bibirnya. Setelah beberapa saat, akhirnya Randika berhasil membawa dirinya dan Hannah ke batu tersebut dengan selamat.
Sambil mengatur napasnya, Randika terkejut ketika menyadari ada sebuah gua yang di belakangnya.
Gua? Gua!
Randika benar-benar senang, dia lalu kembali berjalan dan membawa Hannah masuk ke dalamnya.
Ketika mereka sudah di dalam, Randika menurunkan Hannah dan dalam sekejap adik iparnya itu langsung pingsan.
Kejadian ini pasti terlalu menakutkan untuknya jadi Randika memakluminya. Tidak seharusnya seorang perempuan mengalami kejadian menakutkan seperti ini.
Tetapi Randika sendiri juga butuh istirahat sejenak dan menghentikan pendarahannya.
Setelah menghentikan pendarahannya dengan jarum akupunturnya, Randika merasa dirinya sangat beruntung bisa selamat dari kejadian ini. Dia juga tidak menyangka bahwa Ivan akan memakai taktik pengecut seperti itu.
Setelah istirahat sejenak dan pendarahannya sudah berhenti, Randika kembali menggendong Hannah dengan kedua tangannya dan berjalan lebih dalam lagi ke gua tersebut. Setelah beberapa saat tidak bisa melihat apa-apa, Randika melihat sebuah cahaya oranye di depan. Melihat pemandangan di depannya, Randika terkejut bukan main. Gua ini sepertinya gua sakral.
Di tengah gua ini, terdapat sebuah kolam berdiameter 10 meter. Kolam tersebut diselimuti oleh asap putih, dan sepertinya air tersebut jauh lebih dingin daripada air pada umumnya.
Setelah meletakan Hannah, Randika bermaksud memeriksa kolam air tersebut. Namun tiba-tiba, tatapan matanya menjadi kosong. Seluruh tubuhnya menjadi lemas dan dia pun terjatuh. Bahkan dia tidak bisa merasakan satu pun bagian tubuhnya.
Apa yang sedang terjadi?
Randika merasa bahwa tubuhnya sekarang itu tidak jauh berbeda dengan sebuah cangkang kosong, benar-benar tidak ada tenaganya sama sekali.
Kekuatan misteriusnya yang merembes keluar seperti air terjun itu tiba-tiba surut dan menghilang tanpa jejak. Yang tersisa dari tubuh Randika sekarang hanyalah alam bawah sadarnya saja. Kesadarannya ini sendiri tampak tidak stabil, seakan-akan ada pihak lain yang ingin merebut kesadarannya itu.
Randika benar-benar lemas. Untuk menyelamatkan Hannah dan Inggrid, bisa dikatakan bahwa dia memakai seluruh tenaga dalamnya hingga titik terakhir dan mengandalkan kekuatan misterius di dalam tubuhnya. Dengan kondisi Randika yang sekarang, dia belum bisa mengontrol kekuatan ini secara sempurna. Hari ini dia sudah memakainya 2x ketika bertarung dan 1x saat dirinya melompat turun dan menyelamatkan Inggrid dan Hannah. Pemakaian seperti ini benar-benar berbahaya baginya.
Pada saat yang sama, perut sampingnya yang terkoyak itu membuatnya kehilangan sejumlah darah. Hal ini lebih diperparah dengan rasa sakit yang dirasakan di setiap sendi, tulang, saraf dan ototnya. Seakan-akan dia telah digigit oleh 10000 ribu semut merah di tubuhnya. Rasa sakitnya ini membuatnya berkeringat deras. Ketika dia ingin berteriak untuk melampiaskan rasa sakitnya, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.
Rasa sakit yang nyelekit itu membuat Randika merasa ingin mati saja, dia tidak kuat dengan penyiksaan seperti ini. Pada saat yang sama, sosok hitam yang tiba-tiba muncul di gua ini makin hitam tiap detiknya.
Sekarang Randika bukan hanya bisa merasakan kekosongan di dalam tubuhnya, dia bisa merasakan hal yang sama di sekelilingnya.
Sosok hitam itu tiba-tiba berubah menjadi sosok Ivan, lalu dengan mulut yang terbuka lebar dan gigi yang tajam, yang bisa menelan Randika secara utuh, menerjang ke arah Randika!
Randika ingin menghindar, tetapi tubuhnya sama sekali tidak bisa bergerak. Dia hanya bisa pasrah sosok hitam misterius itu melahap dirinya, tetapi sosok itu hanya menembus badannya!
Sekarang, di sekitarnya itu sudah banyak sosok hitam misterius seperti hantu mengerumuni dirinya.
Di sisi lain, ketika Ivan sudah sampai di tengah-tengah gunung, dia menyuruh anak buahnya menghentikan pencarian mayat Randika dan Hannah. Di dalam hatinya, dia sudah menganggap pembunuh anaknya itu sudah mati.
Mulai dari hari ini, nama Randika sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dan dengan ini pula, anaknya itu bisa beristirahat dengan tenang.
Melompat turun dari ketinggian seperti itu sama saja jatuh ke pelukan dewa kematian. Baginya, Inggrid sendiri sungguh sangat beruntung bisa menyangkut di pohon dan tidak terluka sama sekali.
Sebelum Ivan dan bawahannya itu berjalan menuruni gunung, mereka telah mengumpulkan mayat-mayat rekan mereka yang mati dan melemparkannya ke dasar gunung persis di tempat Randika melompat tadi.