Legenda Dewa Harem

Chapter 277: Memasak Bersama Istri



Chapter 277: Memasak Bersama Istri

Setelah video itu selesai, mereka mulai bersiap-siap.

Untuk masakan sayurannya, Inggrid berniat membuat sapi lada hitam ditambah oleh tauge. Sedangkan untuk brokolinya, dia ingin membuat capcay goreng. Sedangkan untuk ikan salmonnya, dia berniat membuatnya menjadi spaghetti salmon aglio olio. Untuk daging, Inggrid berniat membuat ayam panggang dan rawon dengan labu siam.

Tentu saja, semua masakan itu terdengar enak dan rasanya memang enak tetapi semua itu bergantung pada cara mengolahnya.

Pertama, Randika dan Inggrid harus mencuci setiap bahan terlebih dahulu dan memisahkan tiap bahan berdasarkan tiap masakan. Kelebihan dari tiap bahan akan mereka simpan untuk kemudian hari.

Sayur-sayur telah selesai dicuci dan Inggrid memakai celemeknya, dia terlihat seperti seorang chef.

"Sayang, panaskan pancinya hingga mendidih." Inggrid kemudian mengambil satu ekor ayam dan berniat memotongnya.

Ini merupakan pertama kalinya dia memotong seekor ayam yang utuh. Oleh karena itu, dia membekali dirinya dengan menonton video tutorial cara memotong ayam dengan benar sebelumnya. Inggrid memang orang yang seperti ini, sebelum dia melakukan sesuatu, dia pasti akan melakukan persiapan terlebih dahulu.

Tetapi, ini adalah ketiga kalinya dia memasak dalam hidupnya. Ketika dia memegang pisau, dia seakan-akan hendak menusuk orang. Dia memegang pisau dengan meletakkan jari telunjuknya di atas pisau. Padahal hal ini malah bikin pisau menjadi tidak stabil dan membuat potongannya meleset ke mana-mana. Kerugian lainnya adalah membikin pergelangan tangan menjadi pegal karena tekanan pada otot dan persendian.

Tapi hal yang membuat Randika ketakutan adalah posisi tangan Inggrid yang terbuka lebar.

"Tunggu!" Teriak Randika.

"Hmm?" Inggrid terlihat bingung.

"Sayang, jangan memotong dengan jari terbuka lebar begitu, nanti kamu tersayat bagaimana? Sini aku tunjukan bagaimana yang benar."

Untuk menghindari hal berbahaya ketika memotong, pada tangan yang memegang sayuran atau daging, kita harus menekuk jari kita dan membuat sebuah cakar. Dengan begini, dinding pisau akan menabrak buku-buku jari sehingga ujung jari tidak akan terpotong.

Tetapi, Randika menyadari sesuatu ketika dia memegang pisaunya.

"Sayang, bukankah pisau ini terlalu kecil?"

Alat yang tepat dalam proses memasak akan membuat proses memasak jauh lebih mudah. Pisau yang tajam dan jenis pisau yang tepat akan membuat proses memotong menjadi lebih cepat. Pisau yang digunakan Inggrid sekarang benar-benar kecil, kurang cocok untuk memotong ayam utuh. Bisa-bisa ayam yang dipotongnya itu akan berantakan dan Inggrid akan memakai waktu yang cukup lama.

"Sayang, bagaimana kalau serahkan pemotongan ayam ini ke aku? Air yang kamu minta itu sudah mendidih dan bagaimana kalau kamu mempersiapkan rawonnya itu?" Memasak rawon seharusnya tidak sesusah itu karena tinggal mengikuti resep yang ada jadi seharusnya tidak ada masalah yang berarti bagi istrinya itu.

Inggrid mengangguk. Meskipun dia suka memasak, dia tidak terlalu suka memakai pisau karena jarinya suka tersayat.

Mengikuti resepnya, Inggrid mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan diblender hingga halus. Namun ketika dia hendak memblendernya, Randika lagi-lagi mencegahnya.

"Tunggu! Kenapa bawang putihnya tidak kamu kupas dulu!"

"Hmm? Di resep tertulis 3 butir, apa aku salah?"

"Bukan salah sayang." Randika memaksakan dirinya tersenyum. "Seharusnya kamu mengupasnya terlebih dahulu."

Inggrid mengangguk dan mulai mengupas bawang putih dan bawang merahnya.

Setelah itu proses memasak berjalan lancar hingga waktunya Inggrid hendak memasukan garam tanpa menggunakan sendok.

"Sayang, kamu mau masukan seberapa banyak garamnya?"

"Biasanya aku kira-kira saja sih, kenapa memangnya?"

"Tidak apa-apa, hanya saja aku tidak terlalu asin. Lagipula, kalau makanannya terlalu asin kata orang itu tanda bahwa yang memasak kebelet kawin, jadi apa kamu sebenarnya sudah tidak sabar menunggu malam?"

Mendengar hal ini Inggrid menjadi tersipu malu, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Hal salah yang paling sering dilakukan oleh orang dalam memasak adalah tidak mengikuti resep. Dari resep itu sudah ada takaran yang tepat sehingga rasa yang dihasilkan sesuai dengan resep.

Dan yang paling krusial adalah mencicipi sambil memasak. Selama ini seharusnya Inggrid belum pernah mencicipi masakannya selama memasak jadinya dia tidak pernah tahu apakah masakannya gagal atau tidak.

Setelah memasukan daging rawon dan labu siamnya ke kuahnya, Inggrid melanjutkan masakannya yang lain. Sekarang adalah memasak spaghettinya.

Inggrid mengambil panci dan memanaskan airnya. Ketika air mulai panas, dia langsung membuka kemasan plastik spaghettinya dan hendak memasukannya.

"Tunggu!" Randika yang sedang asyik menumis menyadari kesalahan yang dilakukan oleh Inggrid.

"Hmm?"

"Sayang, airnya itu baru saja mendidih jadi jangan langsung memasukkannya. Tunggu 1 menit sebelum kamu memasukkannya, terus apakah kamu sudah memberi garam pada airnya?"

"Belum, memangnya kenapa?"

"Kita perlu memberinya garam 1 sendok teh tiap 1000 ml air yang digunakan untuk merebus agar tidak hambar. Dan juga beri sedikit minyak ke dalamnya biar tidak saling menempel ketika ditiriskan nanti."

"Oh" Pengetahuan baru selalu membuat Inggrid antusias.

Setelah spaghettinya mencapai kematangan al dente, Inggrid berniat membuang airnya. Untuk sekian kalinya, Randika menyuruhnya untuk berhenti.

"Sayang, jangan buang semua airnya. Sisakan sedikit untuk mencampurkannya dalam proses menumisnya nanti. Dan kamu tidak perlu membilasnya."

Inggrid mengangguk dan mulai menumis spaghettinya, untuk isinya dia memakai salmon yang telah dimarinasi dengan perasan air lemon.

Ketika sudah selesai, Inggrid memutuskan untuk mencicipi sedikit spaghetti buatannya. Seketika itu juga, Inggrid merasa senang dan melompat-lompat dengan gembira.

"Sayang, lihat, lihat masakan yang kubuat! Enak sekali lho." Inggrid yang dewasa itu terlihat persis seperti anak kecil.

Randika memeluknya dari belakang dan mencium pipinya. "Tentu saja, semua masakan istriku itu tidak ada yang tidak enak. Kamu tahu tidak kenapa bisa begitu?"

"Kenapa memangnya." Inggrid yang dipeluk itu masih tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya.

"Karena kamu memasaknya dengan penuh cinta untukku." Randika kembali mencium istrinya itu.

"Eh, apaan sih kamu." Inggrid tersipu malu, tapi dia sangat senang dengan suasana yang hangat dan menyenangkan ini. Apakah ini yang namanya bahagia?

Inggrid lalu kembali mengurusi rawon yang dia masak itu sambil tersenyum lebar.

Melihat sosok Inggrid yang sibuk itu sambil tersenyum, Randika tidak menyangka istrinya bisa berubah begitu drastis. Di hadapannya ini bukanlah Inggrid Elina yang dikenal sebagai perempuan dingin dan dewasa, di hadapannya sekarang adalah anak kecil yang sedang asyik memasak.

Memang cinta bisa merubah siapapun.

Hati Randika kembali menghangat, dia merasa beruntung bisa mempunyai istri seperti Inggrid. Meskipun proses pernikahan mereka tidak sama seperti orang pada umumnya, yang terpenting adalah momen mereka sekarang.

Sekarang mereka bisa dikatakan sebagai suami dan istri yang sebenarnya.

Randika memeluknya kembali, tetapi Inggrid masih sibuk mengaduk rawonnya. Namun, tiba-tiba mereka berdua mencium bau gosong.

"Ah!" Randika segera pergi menuju panci daging sapi lada hitamnya. Saking senangnya dia melihat Inggrid yang bertingkah seperti anak kecil, dia sampai lupa kalau sedang menumis sapi lada hitamnya.

Tetapi dia sudah terlambat. "Sial, ini sudah bukan daging sapi lada hitam lagi, ini sih sudah daging sapi hitam."

"Pfffttt." Inggrid yang mendengar lelucon itu tertawa keras. Sedangkan Randika sedikit malu ketika mendengar suara tawa Inggrid.

"Sayang, berhenti tertawa atau aku akan membuatmu tidak tidur nanti malam."

"Maaf, maaf, salah sendiri kamu lucu seperti itu. Kita masih punya ayam untuk dipanggang bukan? Bagaimana kalau kita membuatnya bersama-sama?"

"Baiklah." Setidaknya Randika sudah bisa mengalihkan topik masakannya yang gagal itu.

"Tapi coba kamu ke sini dulu." Inggrid melambaikan tangannya. "Coba kamu hirup rawonnya, wangi sekali bukan?"

Randika menciumnya dan terkejut. "Kamu benar! Istriku memang hebat."

Mendengar hal ini, rasa bangga di hati Inggrid mulai membesar. Dia sangat senang dengan perasaan seperti ini. Melihat istrinya yang terlihat bangga itu, Randika mencubit hidungnya.

Keduanya lalu memasak ayam panggang berdua sambil terus bercanda.

Setelah 2 jam berlalu, akhirnya semua makanan dibawa ke meja makan. Melihat semua makanan yang ada di atas meja, air liur Randika tidak bisa berhenti menetes. Istrinya memiliki bakat memasak, sepertinya memang dia perlu diberitahu dasar-dasar memasak terlebih dahulu.

Terlebih lagi, melihat masakan ini membuat Randika tidak perlu khawatir lagi dengan masakan neraka Inggrid yang sebelumnya.

Keduanya lalu mengambil nasi dan mengambil satu per satu lauk.

Ketika hendak makan, Inggrid menampar tangan Randika. "Kamu belum cuci tangan kan? Cepat cuci dulu!"

Dengan enggan Randika berjalan dan cuci tangan lalu keduanya menyantap makanan ini dengan gembira.

.....

Beberapa hari ini Randika terus bersama Inggrid di rumah. Kabar mengenai terlukanya Hannah sama sekali tidak mencapai telinganya Inggrid, lagipula kondisi Hannah sudah sangat membaik dan sebentar lagi dia bisa pulang.

Inggrid juga sama sekali tidak mencurigai apa-apa tentang Hannah karena memang adiknya itu tinggal di asramanya.

Ibu Ipah juga beberapa kali kembali ke rumah, Randika menjelaskan kepada Inggrid bahwa dia menyuruh Ibu Ipah mengurus Indra yang sakit. Ketika Ibu Ipah sampai di rumah, dia sangat senang melihat Randika dan Inggrid begitu bahagia. Akhirnya putrinya itu bisa menemukan kebahagiaannya, Ibu Ipah tidak bisa meminta lebih daripada hal ini.

Setelah 5 hari tidak masuk kerja, Randika akhirnya memperbolehkan Inggrid untuk kembali bekerja. Setelah 5 hari bersama dan dipenuhi kenangan hangat, seharusnya Inggrid sudah bisa melupakan kenangan buruk yang dialaminya karena Shadow.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.