Legenda Dewa Harem

Chapter 259: Wajah yang Familiar



Chapter 259: Wajah yang Familiar

Para jagoan bela diri itu menatap Randika lalu tertawa sambil menggelengkan kepala mereka.

"Kau datang ke tempat yang salah bocah."

Semua orang termasuk teman-teman Richard sudah menggelengkan kepalanya ketika melihat Randika yang terkepung itu.

"Sayang sekali dua perempuan cantik itu harus babak belur. Mereka tidak tahu bahwa tempat ini dijaga oleh Jay si anjing gila."

"Siapa itu?" Orang di sampingnya bertanya padanya.

Orang itu lalu berkata pada temannya yang penasaran. "Saat Jay si anjing gila itu sedang menganggur, dia pernah memutilasi 20 orang ahli bela diri dalam sehari hanya untuk bersenang-senang."

"Hiss!"

Mendengar kata-kata temannya itu, dia menghembuskan napas dingin. Membunuh 20 orang ahli bela diri hanya untuk menghabiskan waktu luangnya? Benar-benar gila!

Namun, setelah melihat orang yang berwajah bengis yang sepertinya pemimpin dari para jagoan itu, semua orang merinding.

Wajah Jay si anjing gila sudah benar-benar menakutkan, seakan-akan memandang wajahnya sudah berurusan dengan si malaikat pencabut nyawa itu sendiri. Tidak heran kenapa Inferno bar ini selalu aman dari masalah, siapa yang memangnya berani berurusan dengan orang sebengis itu?

Menatap Randika dan kedua perempuan cantik itu, semua orang sudah mengucapkan belasungkawa mereka.

Richard menatap Randika, dia juga sudah mendengar reputasi Jay. Namun, kemampuan Randika juga tidak kalah hebatnya, kejadian pagi tadi masih melekat di benaknya dengan jelas.

Elva mendengus dingin dan berkata pada Randika. "Serahkan orang-orang ini padaku."

Kemudian Elva berjalan maju secara perlahan.

"Oh? Aku tidak menyangka kamu akan menumbalkan temanmu yang cantik ini." Jay tersenyum mengejek ke arah Randika, tatapan matanya sudah menelanjangi Elva khususnya dadanya yang besar itu.

Elva yang berwajah dingin itu tiba-tiba tersenyum. Sejak awal, Elva memang terkenal sebagai orang yang dingin dan sekarang dia tersenyum tulus yang membuat kecantikannya berlipat ganda. Bahkan seorang Jay sekalipun luluh dengan senyuman itu.

Namun, senyuman itu tiba-tiba menghilang. Tatapan mata Elva kembali dingin dan sudah melancarkan sebuah tendangan. Melihat tendangan itu tepat di bawah matanya, ekspresi Jay segera berubah.

"Ah!"

Jay berteriak kesakitan ketika dia berguling di lantai sambil memegangi wajahnya. Para bawahannya menelan air ludahnya dan keringat dingin mulai membasahi punggung mereka. Melihat bos mereka berguling kesakitan di lantai, mereka merasa bahwa lawan kali ini tidak bisa diremehkan.

Randika menatap kejadian ini sambil mengangguk-angguk. Kaki putih dan mulus itu ternyata bisa menjadi senjata yang mengerikan juga, pikirnya.

Melihat Jay yang dikenal sebagai anjing gila berguling di lantai, Elva mendengus dingin dan menyuruhnya untuk cepat berdiri. Pertarungan yang seperti ini belum cukup meredakan darahnya yang mendidih.

Pada saat yang sama, para bawahan Jay juga menerjang ke arah Elva. Dalam sekejap, mereka telah mengepung Elva dari segala arah. Tetapi, Elva tidak dapat dikalahkan begitu saja. Dengan mengandalkan kecepatan, dia bergerak ke arah musuhnya dan masuk di tengah-tengahnya. Kecepatannya benar-benar sulit diikuti oleh mata telanjang, setiap kali Elva bergerak maka akan ada orang yang tergeletak kesakitan.

Para bawahan Jay tumbang satu per satu dan Elva tidak menunjukan emosi apa pun. Tidak butuh waktu lama baginya untuk melumpuhkan semua ancaman yang ada.

Setelah membenarkan bajunya, Elva menatap para pria yang terkapar dan mendengus dingin. Hal ini membuat semua jagoan ini merinding.

"Wow, perempuan itu kuat!" Richard terkejut. Dan pada saat yang sama, Randika dan Safira berjalan menghampiri Elva.

Tujuan mereka hari ini adalah menemukan dalang dari penculikan boneka ginseng. Informasi yang didapatkan oleh Arwah Garuda mengatakan bahwa Inferno bar merupakan markas dari si dalang, reputasinya sebagai organisasi intelijen nomor 1 Indonesia bukanlah omong kosong.

Organisasi yang berisikan orang-orang elit ini menjadi kartu As tersembunyi milik pemerintah, tidak ada yang mengetahui siapa saja yang menjadi anggota organisasi misterius ini.

Namun pada saat ini, Randika mengerutkan dahinya. Dari arah meja bar, satu per satu senapan serbu mulai membidik ke arahnya. Dan tanpa peringatan sama sekali, senapan-senapan itu mengeluarkan pelurunya tanpa henti.

DOR! DOR! DOR!

Rentetan tembakan itu memekakan telinga semua pengunjung yang ada di bar, semuanya segera berlindung di bawah meja.

"Ah!"

Namun, kebanyakan dari mereka menjadi panik dan berusaha menyelamatkan nyawa mereka. Richard berhasil menemukan tempat sembunyi yang cukup bagus dan dia masih bisa melihat aksi Randika dengan jelas. Wajahnya sama sekali tidak menunjukan rasa takut, dia sudah lama mendambakan adegan berdarah seperti ini. Dia tidak menyangka bahwa hari ini impiannya akan tercapai.

Randika, pada detik dia melihat senapan-senapan tersebut, dengan cepat dia mendorong Elva dan Safira ke tempat yang aman, sedangkan dirinya langsung menerjang ke arah peluru-peluru tersebut.

Apa dia sudah gila?

Apa dia tidak melihat banyaknya senjata yang ditembakkan?

Richard benar-benar terkejut, tetapi setelah itu, dia benar-benar seperti orang bodoh. Apa Randika masih seorang manusia?

Dia melihat Randika dengan mudah menghindari rentetan peluru yang padat itu dan semakin dekat dengan para penembaknya. Tidak ada satupun peluru yang menggores Randika sama sekali!

Richard menggosok matanya dengan kuat, apakah ini adalah mimpi? Meskipun dia tahu Randika itu bukan sembarangan orang, dia tidak menyangka bahwa dia adalah seorang Superman?

Sejujurnya, apa yang dilihat Richard dan para penembak itu hanyalah ilusi dari bayangan Randika. Sudah lama Randika berada di belakang para musuhnya tanpa ada yang mengetahuinya. Ketika bayangan itu menghilang, Randika mulai menghajar musuhnya satu per satu.

Para penjaga yang masih membidik ke arah bayangan itu, tidak menyangka akan mendapatkan serangan mendadak seperti ini.

Meskipun dalam situasi hidup dan mati seperti ini, Randika masih dapat berpikir dengan jernih dan dia menyadari sesuatu yang membuat suasana hatinya menjadi buruk. Senjata-senjata ini, orang-orang ini, mereka bukan orang lokal!

Malahan, wajah-wajah ini dia pernah melihatnya ketika dia menyerang markas Bulan Kegelapan di Tokyo!

Tidak butuh waktu lama untuk Randika melumpuhkan semua orang ini.

Tanpa ragu-ragu, Randika dengan cepat menuju lantai 2. Sementara Elva dan Safira menyusulnya setelah memastikan tidak ada ancaman tambahan.

Kejadian ini membuat para pengunjung bar ini bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Siapa mereka sebenarnya?"

Semua pengunjung di tempat ini adalah orang kaya ataupun orang berpengaruh dari kota ini tetapi mereka tidak pernah melihat ataupun mengalami kejadian yang mengejutkan jiwa seperti ini. Apalagi senapan-senapan itu, mereka tidak pernah melihatnya. Senjata api di Indonesia sangatlah dilarang dan tidak sembarangan orang boleh memiliki senjata, kalaupun boleh itu hanya sebatas pistol bukan senapan serbu.

Richard, yang baru sadar dari keterkejutannya, terkejut ketika melihat Randika sudah tidak ada. Dia telah membulatkan tekadnya!

Dia harus membuat Randika menjadi sekutunya. Dia tidak menyangka akan ada orang seperti ini di kota Cendrawasih, bayangkan apa yang akan bisa dicapainya jika memiliki sekutu sekuat itu!

Di sisi lain, di lantai 2 merupakan kantor dan gudang dari bar jadi pengunjung tidak diperkenankan naik ke atas.

Boneka ginseng itu diikat di udara dan dupa yang dibakar diletakkan tepat di bawahnya. Di hadapannya, terlihat sosok perempuan berbaju serba hitam sedang memegang pisau. Kemudian perempuan tersebut menggores tangan si boneka ginseng dan menelan darahnya yang keluar.

"Sensasi ini, kekuatan ini, hahaha, dengan darah ini aku pasti akan membalaskan dendamku! Selama aku bisa pulih dari lukaku, aku akan membalaskan dendamku! Kita lihat seperti apa wajahmu ketika orang-orang yang kau sayangi itu mati menderita di tanganmu."

Tatapan mata perempuan tersebut benar-benar dingin, sedangkan wajah boneka ginseng itu makin pucat. Sepertinya darahnya dihisap perlahan oleh penculiknya itu.

Setelah menelan darah boneka ginseng beberapa hari ini, keadaan tubuh perempuan ini jauh lebih baik.

"Selama aku mempunyaimu, aku akan sembuh total dan kekuatanku akan bertambah. Selama aku memilikimu, aku tidak terkalahkan!" Perempuan itu tertawa, suara tawanya tiap detik makin keras dan menggema di seluruh ruangan.

Namun tiba-tiba, pintu ruangannya didobrak dan seseorang berjalan melewatinya.

Sosok orang itu terlihat gagah dan kokoh, serta memancarkan aura yang mengerikan. Melihat musuh yang masuk ke ruangannya, perempuan itu sudah bersiap untuk lari bersama boneka ginseng.

Randika dengan cepat menganalisa ruangan yang dia masuki, dia harus memastikan rute kabur yang mungkin akan dipakai oleh musuhnya ini. Dia tidak akan membiarkannya lari lagi seperti sebelumnya.

Tanpa berpikir panjang, perempuan itu memegang erat boneka ginseng di tangannya dan berlari menuju jendela ruangan, siap untuk melompat turun. Namun, tiba-tiba, kakinya digenggam erat dan dirinya diseret kembali ke dalam ruangan.

Rupanya Randika berhasil menangkap kaki lawannya dan melemparkannya ke tembok.

"Kau tidak bisa kabur." Wajah Randika terlihat serius ketika menatap perempuan tersebut.

Lawannya itu tidak berkata apa-apa, dia hanya mengangkat tangannya yang memegang boneka ginseng. Boneka ginseng yang sepertinya sudah sadar itu segera meronta-ronta dan berusaha kabur.

Randika mengerutkan dahinya. Kekuatan lawannya itu jauh di bawah dirinya tetapi menyelamatkan boneka ginseng di tangan lawannya itu merupakan perkara yang tidak mudah.

"Kenapa? Takut kau kehilangan barang berharga ini?" Perempuan itu tertawa. "Aku tidak heran kenapa kau begitu takut kehilangannya, aku sudah mencicipi darahnya beberapa hari ini dan tubuhku benar-benar mengalami peningkatan."

"Siapa kamu?" Nada suara Randika terdengar dingin.

"Kau masih belum sadar siapa aku? Kau kejam sekali tuanku tersayang." Nada suara perempuan tersebut terdengar sedih.

Randika mengerutkan dahinya, tidak mungkin.

Pada saat ini, perempuan tersebut kembali menerjang ke arah jendela ketika melihat keraguan di wajah Randika. Randika sendiri berhasil bereaksi tepat waktu dan mencegahnya. Mereka bertukar beberapa pukulan, lawannya kali ini menggunakan trik kotor seperti panah beracun ataupun pisau yang disembunyikannya di balik baju.

Setelah beberapa saat, Randika melayangkan pukulan tepat di wajah lawannya dan menghancurkan topeng yang dia kenakan. Dalam sekejap wajah yang familiar itu segera memenuhi mata Randika.

Shadow!

Ternyata dugaannya benar!

"Terkejut? Kau kira aku sudah mati bukan?" Shadow tertawa. "Aku tidak akan melupakan apa yang telah kau lakukan padaku hari itu, aku akan membuatmu membayarnya!"

"Mau berapa kali pun, aku tetap akan membunuhmu! Dan jangan harap kau bisa keluar dari sini hidup-hidup." Kata Randika dengan nada dingin.

Kali ini, Randika harus memastikan Shadow tidak mengganggunya lagi di dunia ini.

"Aku akan membuat hiu-hiu itu memakan mayatmu." Kata Shadow dengan tatapan benci. "Sebelum itu aku akan menyiksamu dan membunuhmu!"

Pada saat ini, suara orang berlari dapat terdengar dari arah belakang. Sebentar lagi Safira dan Elva akan tiba.

Melihat bala bantuan musuh yang datang, Shadow tidak ragu-ragu kembali mencoba untuk kabur.

"Kau kira bisa kabur?"

Wajah Randika terlihat serius, dia menerjang maju ke arah Shadow.

Namun, Shadow tiba-tiba melempar boneka ginseng itu ke udara dan menembakan beberapa panah beracun ke arahnya!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.